Senin, 13 Juli 2015

19 Keistimewaan Wanita Menurut Hadits (ISLAM


19 Keistimewaan Wanita Menurut Hadits (ISLAM)
1. Doa wanita itu lebih makbul daripada lelaki karena sifat penyayang yang lebih kuat daripada lelaki. Ketika ditanya kepada Rasulullah SAW akan hal tersebut, jawab baginda, "Ibu lebih penyayang daripada bapak dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia."
2. Wanita yang salehah (baik) itu lebih baik daripada 1000 lelaki yang saleh.
3. Barangsiapa yang menggembirakan anak perempuannya, derajatnya seumpama orang yang senantiasa menangis karena takut akan Allah. Dan orang yang takut akan Allah SWT akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.
4. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah saw di dalam surga).
5. Barangsiapa membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah lalu diberikan kepada keluarganya) maka pahalanya seperti melakukan amalan bersedekah. Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak lelaki.
6. Surga itu di bawah telapak kaki ibu.
7. Barangsiapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak�perempuan atau dua saudara perempuan lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan�mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta sikap bertanggungjawab, maka baginya adalah surga.
8. Apabila memanggil akan dirimu dua orang ibu bapakmu, maka jawablah panggilan ibumu terlebih dahulu.
9. Daripada Aisyah r.a. berkata, "Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu daripada anak-anak perempuannya lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya daripada api neraka."
10. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutuplah pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu surga. Masuklah dari mana saja pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.
11. Wanita yang taat pada suaminya, maka semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan semua beristighfar baginya selama dia taat kepada suaminya serta menjaga salat dan puasanya.
12. Aisyah r.a berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah, siapakah yang lebih besar haknya�terhadap wanita?" Jawab Rasulullah SAW "Suaminya." "Siapa pula berhak terhadap lelaki?"�Jawab Rasulullah SAW, "Ibunya."
13. Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya serta kepada suaminya, masuklah dia dari pintu surga mana saja yang dikehendaki.
14. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah SWT memasukkan dia ke dalam surga terlebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).
15. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah SWT mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebajikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
16. Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah SWT mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah.
17. Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia dari dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.
18. Apabila telah lahir anak lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu tegukan daripada susunya diberi satu kebajikan.
19. Apabila semalaman seorang ibu tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah SWT memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah SWT.

Kamis, 02 Juli 2015

Abu Nawas dan telur unta untuk obat Raja

Pada suatu hari, Baginda Harun al Rasyid merasakan sakit di seluruh anggota badannya. Untuk berjalan terasa berat hingga akhirnya ia memanggil tabib istana untuk mengobatinya, tapi ternyata hasilnya nihil. Lantaran tabib istana hingga tabib se-Kota Bagdad tak bisa mengobati, akhirnya ia membuat sayembara untuk para tabib agar bisa menyembuhkan penyakitnya. Barang siapa yang bisa mengobati penyakit Harun Al Rasyid akan diberi hadiah uang emas yang banyak.

Sayembara tersebut pun menyebar. Banyak para tabib yang akhirnya ambil bagian mengadu nasib untuk mengobati bagianda raja. Abu Nawas yang mendengar sayembara itu pun tertarik untuk mencobanya. Padahal ia sama sekali tak mempunyai kemampuan mengobati.

Hari yang ditunggu pun tiba. Abu Nawas menghadap Sultan untuk mencoba mengobatinya. "Hai Abu Nawas, rupanya engkau ikut pula dalam sayembara yang kuadakan ini!" kata Sultan.
"Benar, baginda," kata Abu Nawas.
"Apa kamu bisa mengobati penyakitku ini?" tanya Harun al Rasyid.
"Hamba akan mencobanya baginda. Hamba akan mencoba menerapkan cara-cara yang belum pernah dilakukan oleh tabib lainnya," jawab Abu Nawas meyakinkan.

Abu Nawas kemudian meminta baginda Harun al Rasyid untuk menerangkan penyakit apa yang diderita agar Abu Nawas bisa memberikan tindak lanjut. Baginda Harun al Rasyid pun menerangkan jika tubuhnya terasa nyeri, tangan dan kakinya terasa pegal-pegal. Setelah memeriksa, Abu Nawas tak langsung mengobati, ia meminta waktu 2 hari kepada baginda Harun al Rasyid untuk meramu resep obat terbaik.

Di bawah pohon yang rindang, ia terus berpikir resep untuk sang baginda. Maklum saja, ia bukan tabib sehingga ia pun bingung harus memberikan resep apa. Sambil duduk dan berpikir, dari kejauhan ia melihat seorang kakek tua yang masih sibuk sendirian memetik buah-buahan di kebun kurma. Abu Nawas yang heran langsung mendekati kakek tersebut.

Setelah bercakap-cakap dengan kakek tersebut, Abu Nawas mendapat jawaban jika kakek tersebut menjadikan aktivitas memetik buah sebagai kesibukan. Jika tak ada kesibukan, kakek tersebut malah merasa badannya pegal-pegal. Dari pertemuan itu, Abu Nawas menemukan penyebab sakitnya Harun al Rasyid.

Esok harinya, Abu Nawas menghadap baginda Harun al Rasyid. "Hai Abu Nawas, belum dua hari kau sudah menghadapku, mana obat untukku?" tanya Baginda Harun al Rasyid.
"Maaf hamba, baginda. Kali ini hamba datang belum membawa obat yang dapat baginda minum, sebab obat yang bisa sembuhkan baginda hanya telur unta. Baginda harus cari telur itu sendiri karena jika tak dicari sendiri, maka khasiatnya akan hilang," terang Abu Nawas.
"Kalau itu yang kau sarankan, baiklah aku akan segera mencarinya," jawab baginda.

Dengan sekuat tenaga Harun al Rasyid mencoba mencari telur unta di pasar. Para pedagang pun terheran. Bukankan unta itu beranak, bukan bertelur? Tapi mereka tak berani mengatakan hal itu sebab yang mencari baginda Raja. Setelah berkeliling kota dan tak menemukan satu pun penjual telur unta, Harun al Rasyid bertemu nenek tua yang menjelaskan jika unta tak bertelur tapi beranak. Ia lantas sadar jika ia baru dibohongi oleh Abu Nawas.

Sampai di kediaman, baginda Harun al Rasyid merasa kelelahan setelah perjuangan panjang mencari telur unta dengan berjalan. Ia pun akhirnya tertidur pulas karena capek yang diderita.
Esok harinya ia tampak segar bugar dan anehnya sakit yang diderita hilang. Ia lalu menyuruh para pengawal untuk meminta Abu Nawas menghadapnya. Tak lama kemudian Abu Nawas menghadap.
"Bagaimana baginda, apakah baginda telah menemukan telur unta yang hamba anjurkan?" tanya Abu Nawas setelah memberikan salam kedatangan.
"Rupanya engkau telah mempermainkanku, ya?" jawab bagianda dengan marah.
"Apa yang baginda maksud?"
"Engkau menyuruhku mencari telur unta, padahal unta tak bertelur, melainkan beranak," terang Bagianda Harun al Rasyid.

Abu Nawas kemudian menceritakan pertemuannya dengan kakek tua itu hingga memperoleh hikmah jika anggota badan yang tak pernah digerakkan akan membuat orang sakit. Pengalaman itulah yang ingin diterapkan Abu Nawas kepada bagindanya supaya ia tak hanya memerintah tetapi juga bergerak.

"Tentu saja baginda tidak akan menemukan telur unta, sebab tidak akan mungkin ada unta yang bertelur. Tapi bukankan baginda sekarang sudah merasa lebih enakan?" tanya Abu Nawas setelah memberikan penjelasan.
"Benar...! Apa yang kau katakan itu benar Abu Nawas," jawab Baginda yang tak lagi marah mendengar jawaban Abu Nawas. "Bahkan aku semalaman dapat tidur dengan pulas sekali."
"Kalau begitu, betul jika ada pepatah yang mengatakan, 'tidak ada kelezatan kecuali setelah kepayahan',"sahut Abu Nawas.

Mendengar hal itu, Harun al Rasyid pun tertawa dan geleng-geleng kepala atas kecerdikan Abu Nawas. Kisah ini diceritakan dalam karangan Abu Nawas dan Telur Unta karya Imam Musbikin.